Seni batik di Indonesia usianya telah sangat tua, namun belum diketahui
secara pasti kapan mulai berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa. Banyak
negara seperti India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa
Seni Batik berasal dari sana. Namun demikian,dalam kenyataannya perkembangan
batik yang menjadi sangat populer dan mendunia berasal dari Indonesia-Jawa. Hal
ini dibuktikan dengan diadopsinya istilah batik ke dalam bahasa Inggris. Jejak
penggunaan kain batik diketemukan pada patung dan relief di candi-candi.
Dalam perkembangan penggunaannya sejak masa kerajaan di Jawa, penggunaan
batik menunjukan status kebangsawanan dan ritual yang sedang diselenggarakan.
Misalnya untuk motif-motif tertentu seperti parangbarong, parang-rusak hanya
boleh dikenakan oleh raja, kemudian ketika ada ritual perkawinan, sang
pengantin dianjurkan menggunakan motif truntum, atau sidomukti yang memiliki
makna harapan positif bagi sang pengantin. Namun, saat ini aturan tradisi
tersebut sudah kurang ditaati oleh kebanyakan masyarakat.
Pengertian Seni Batik
Pengertian Seni Batik secara umum adalah pembentukan gambar pada kain
dengan menggunakan teknik tutup celup dengan menggunakan lilin atau malam
sebagai perintang dan zat pewarna pada kain. (Warsito, 2008: 12). Penelusuran arti
kata Batik dalam istilah Jawa
berasal dari kata rambataning titik atau rangkaian dari titik-titik.(Honggopuro, 2002: 62). Sedangkan
menurut Yahya, 1971:2 Seni Batik adalah karya yang dipaparkan di atas bidang datar (kain atau
sutra) dengan dilukis atau ditulis, dikuas atau ditumpahkan atau dengan
menggunakan canting atau cap dengan menggunakan malam untuk menutup agar tetap
seperti warna aslinya.
Seni Batik merupakan karya warisan budaya bangsa Indonesia yang telah mengalami perkembangan seiring dengan perjalanan waktu. Perkembangan yang terjadi telah membuktikan bahwa seni kerajinan batik sangat dinamis dan dapat menyesuaikan dirinya baik dalam dimensi bentuk, ruang, dan waktu.
Seni Batik merupakan unsur local genius yang menjadi ciri masyarakat Jawa. Seorang sarjana Belanda, J.L.A. Brandes (1889) telah menyatakan bahwa ada 10 butir kekayaan budaya yang telah dimiliki bangsa Indonesia (Jawa) sebelum tersentuh oleh budaya India yang salah satu diantaranya adalah Seni Batik. Perkembangan batik tersebut seperti terlihat dan dibuktikan pada patung-patung dewa di candi-candi dan seolah-olah sudah memakai kain batik.
Seni Batik merupakan karya warisan budaya bangsa Indonesia yang telah mengalami perkembangan seiring dengan perjalanan waktu. Perkembangan yang terjadi telah membuktikan bahwa seni kerajinan batik sangat dinamis dan dapat menyesuaikan dirinya baik dalam dimensi bentuk, ruang, dan waktu.
Seni Batik merupakan unsur local genius yang menjadi ciri masyarakat Jawa. Seorang sarjana Belanda, J.L.A. Brandes (1889) telah menyatakan bahwa ada 10 butir kekayaan budaya yang telah dimiliki bangsa Indonesia (Jawa) sebelum tersentuh oleh budaya India yang salah satu diantaranya adalah Seni Batik. Perkembangan batik tersebut seperti terlihat dan dibuktikan pada patung-patung dewa di candi-candi dan seolah-olah sudah memakai kain batik.
Sejarah Seni Batik
Timbul Haryono menjelaskan bahwa di Indonesia daerah yang mengenal batik
pertama kali adalah Priyangan, yang disebut dengan istilah simbut. Kain simbut
dibuat dengan mori hasil pintalan dan tenunan sendiri, tidak menggunakan malam
sebagai perintang warna tetapi menggunakan kanji (jenang) beras ketan.
Awalnya seni kerajinan batik merupakan kebudayaan yang terbatas dalam
kraton saja (budaya ageng) dan hasilnya berupa kain untuk pakaian raja dan
keluarga serta para pengikutnya. Ragam corak dan warna juga terbatas, beberapa
corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu dinamakan batik tradisional.
Batik tradisonal dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya
masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
Sekitar abad ke-12 orang Indonesia telah bisa membuat campuran pewarna untuk
menghasilkan batik Bangun tulak (hitam putih). Sekitar abad ke-15 seni
kerajinan batik menuju ke arah keindahan setelah mendapat pengaruh dari India,
Cina, dan Arab seiring dengan berkembangnya kebudayaan Islam yang masuk ke
nusantara.
Setelah runtuhnya Majapahit, penyebaran dan pengembangan seni kerajinan
batik kemudian banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, seni kerajinan batik banyak dilakukan para wanita di
lingkungan kraton. Pada waktu itu mulai ditemukan pewarna merah dan kuning
serta perpaduan warna gula kelapa. Perkembangan Seni Batik mulai pesat setelah
ditemukannya warna-warna seperti: soga (coklat), kuning (kunyit) pada sekitar
abad ke-17.
Motif
Batik
Motif Seni Batik jumlahnya tak terhitung banyaknya, motif-motif batik
memiliki ciri khas yaitu hasil dari stilasi dan abstraksi, disusun secara acak
dan mengikuti prinsip pengulangan, selang-seling dengan arah diagonal,
vertikal, ataupun horizontal. Dilihat dari gaya dan corak motif batik dapat dibedakan menjadi dua, yakni motif batik pedalaman dan pesisir
Batik pedalaman diwakili oleh Surakarta dan Yogyakarta cenderung warnanya berat
dan gelap terdiri dari hitam, biru, putih, dan coklat. Bentuk motifnya
merupakan abstraksi dan stilasi alam lingkungan seperti motif parang, garuda,
hujan, kawung dan sebagainya. Sedangkan batik pesisir warnanya cerah, ringan
dan bebas. Bentuk motifnya banyak berupa stilasi dari alam seperti gunung,
awan, burung, tumbuh-tumbuhan, naga, kaligrafi Arab. Hal ini diduga banyak
mendapat pengaruh dari seni rupa Cina karena kontak perdagangan terutama di
daerah Pekalongan.
|
Motif Kawung 01
|
|
Motif Kawung 02
|
Di Kraton Yogyakarta, seni kerajinan batik berhubungan erat dengan
adat-istiadat dan upacara-upacara keagamaan. Pemakaian busana batik termasuk
dalam salah satu tata tertib masa feodalisme kerajaan, corak pemakaian motif
batik setiap kelas sosial mempunyai perbedaan menurut strata sosial dan
kebangsawanannya dalam kraton. Jenis-jenis motif tersebut misalnya: Parang
rusak, Semen gedhe, Kawung, dan Udan riris. Batik jenis-jenis ini biasa dipakai
oleh para bangsawan dan abdi dalem dalam upacara garebeg, pasowanan, dan
menerima tamu agung.
|
Motif Sidaluhur
|
|
Motif Parang
|
Di Kraton Surakarta juga terkenal dengan corak dan motif-motif batik berhubungan erat dengan adat-istiadat, upacara-upacara keagamaan, strata sosial dan kebangsawanannya. Pada masa pemerintahan Paku Buwana IV memberlakukan busana atau ageman yang membedakan antara busana untuk sentono dalem dan abdi dalem. Untuk membedakan status sosial mereka adalah motif batik yang dipakai. Motif tersebut diantaranya adalah: Parang rusak, Sawat, Cemukiran, dan Udan liris. Motif-motif batik tersebut sering disebut motif larangan dan penggunaannya disesuaikan menurut urutan dan pengelompokan keningratan.
|
Motif Truntum
|
|
Motif Awan atau Mega Mendung
|
Teknik Pembuatan Seni Batik
Teknik membatik telah mengalami perkembangan tanpa meninggalkan teknik lama
yang telah diwariskan secara turun-temurun. Teknik pembuatan Seni Batik yang
kita kenal di Nusantara, antara lain sebagai berikut.
- Seni Batik Tulis, yaitu batik yang dibuat dengan teknik menggambar motif di atas kain menggunakan canting. Canting adalah alat khusus untuk menggambar motif batik di atas kain yang berisi cairan lilin atau malam panas untuk menutup bagian - bagian tertentu sesuai dengan pola yang dibuat. Batik tulis memiliki keunggulan nilai seni dibandingkan dengan batik yang lain.
- Seni Batik cap, yaitu batik yang dibuat dengan menggunakan teknik cap (stempel), biasanya dibuat dari tembaga dan dibubuhi malam (cairan lilin panas).
- Batik sablon, yaitu batik yang dibuat dengan menggunakan klise (hand printing). Motif batik yang sudah dibuat kemudian dibuat klise lalu dicetak.
- Batik printing, yaitu batik yang dibuat dengan teknik printing atau menggunakan alat mesin. Teknik pembuatannya mirip dengan batik sablon.
- Batik lukis, yaitu batik yang dibuat dengan teknik melukiskan langsung di atas kain, sama halnya sebagaimana karya seni lukis menggunakan kuas. Alat yang digunakan dan motif yang dibuat pun lebih bebas.
0 komentar:
Posting Komentar